Satu yang tidak boleh hilang di perpustakaan khususnya bagi pemustaka yang ingin melakukan penelitian yakni kebutuhan akan hardcopy dan ruang baca (konsentrasi penuh) adalah hal mutlak, dan hanya perpustakaan yang bisa berperan. Maka, Pelayanan di perpustakaan harus bisa memuaskan pemustaka. Artinya, perpustakaan harus bisa menjadi sumber pengetahuan melalui aksebilitas yang dimilikinya, aksesnya terbuka bagi siapa saja untuk memperoleh pengetahuan dan harus mempunyai tingkat penemuan yang tinggi dalam memperoleh informasi.
Hal itu disampaikan Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, Prof Satryo Soemantri Brodjonegoro pada Pararel Perpustakaan Perguruan Tinggi di Rapat Koordinasi Nasional Bidang Perpustakaan Tahun 2019 di Hotel Bidakara, Pancoran, Jakarta Selatan, Jumat (15/3).
Dia menjelaskan, perpustakaan harus menjadi kebutuhan masyarakat, keamanan penyimpanan dan pemutakhiran koleksi yang berbobot menjadi kunci suksesnya perpustakaan. Sedangkan e-journal, e-catalogue, e-library, e-book dan lain-lain tidak dapat menggantikan fungsi perpustakaan apalagi pustakawannya. “Saat ini banyak orang yang hidup dalam zona nyaman, salah satu pustakawan. Seharusnya mereka memiliki ingin tahu yang tinggi. Kenapa negara lain maju, karena masyarakatnya memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, ingin lebih baik dan maju,” katanya.
Kondisi ini harus menjadi perhatian pengelola perpustakaan dengan membuat bagaimana supaya orang ingin ke perpustakaan. “Ini kebutuhan bukan keharusan karena ingin tahu ada di situ, seperti apa. Inilah yang tidak terbentuk,”katanya.
Perpustakaan adalah tempat untuk mengetahui tingkat kemuktahiran. “Pustakawan harus bisa membantu para peneliti untuk mencari kemuktahiran. Apa sih yang muktahir di bidang ini maka pustakawan harus tahu,” katanya.
Satryo Soemantri Brodjonegoro juga menjelaskan tentang bagaimana pentingnya riset yang baik salah satunya sifatnya harus open-end. “Temuan yang baru itu menghasilkan satu rasa ingin tahu yang baru,” ucapnya.
Dosen Universitas Pelita Harapan, Dhama Gustiar Baskoro SS., M.Pd mengatakan, seharusnya pustakawan juga harus bisa mengajak agar para peneliti seperti para doktor maupun profesor bisa bersama-sama melakukan penelitian bersama mereka.
“Pustakawan harus membuat jejaring dengan sesama pustakawan dan berkolaborasi/bermitra dengan dosen,” katanya
Menurutnya, pentingnya literasi informasi ini untuk membantu agar para mahasiswa memahami bagaimana menulis sebuah karya tulis ilmiah seperti skripsi, maka Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi (FPPTI) sedang berencana untuk membuat panduan literasi informasi nasional sehingga bisa dipakai di seluruh Indonesia.
Pembuatan modul pelatihan dan nantinya ada modul pelatihan yang tidak dibuat sendiri-sendiri, sehingga berbeda-beda.
Dia juga meminta agar pustakawan berperan meningkatkan budaya baca, mempermudah dan mensosialisasi akses literasi informasi, dan membuat kelompok baca, riset dan menggelar event maupun lomba litearsi informasi.